Oleh : H. Yana
Fajar FY. Bashori, S.Ag., M.Si
اَلـحَمْدُلِلّهِ
نَحْمَدُهُ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ, حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَ
يُكَافِئُ مَزِيْدَهُ, حَمْدًا كَمَا يَنْبَغِي لِـجَلاَلِهِ وَ عَظِيْمِ
سُلْطَانِهِ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنسْتغْفِرُهُ وَنَعُوْذُبِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَن تَـجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرشِدًا
أَشْهَدُ
أنْ لاَ إلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ- وَأشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ- اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هذَا
الرَّسُوْلِ الْكَرِيْمِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَمَّا
بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ- أُوْصِيْكُمْ وَ اِيَاىَ بِتَقْوَى اللهِ وَلاَ تَـمُوتُنَّ
اِلاَّ وَ اَنتُم مُسلِمُونَ
الله أكبر/ الله أكبر/ لا اله الا الله و الله أكبر/ الله أكبر و لله حمد /
Jama’ah shalat Iedul
Adha yang dirakhmati Allah,
AlhamdulillaH segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan
beragam nikmat pada pagi ini. Kesehatan, kelapangan risky bahkan yang paling
utama dari segala nikmat yang diberikan yaitu nikmat iman dan islam sehingga
dengannya kita bias dengan ringan, gembira bias berkumpul di tempat ini guna
memperbaiki dan menjaga rasa beragama yang selama ini sudah kita jalankan.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW, beliau Allah utus sebagai suri tauladan nyata dalam seluruh aspek
kehidupan bagi kita semua, untuk menjadi seorang hamba yang taat, seorang anak
yang peduli terhadap keselamatan orang tuanya dari adzab neraka, seorang suami
yang bertanggungjawab terhadap istri-istrinya, seorang Ayah yang luar biasa
membina anak-anaknya, seorang sahabat, partner bisnis, bahkan sebagai sosok
pemimpin pun beliau contohkan begitu sempurna berkaca terhadap ajaran islam.
Jama’ah shalat Iedul Adha yang dirakhmati Allah,
Hari ini umat islam seluruh dunia kembali merayakan hari
raya idul adha untuk tahun 1432 H. Lafadz takbir tahmid dan tahlil bergema
dilantunkan oleh seluruh umat di seantero dunia.
لبيك
اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك
Tak kurang dari 3 juta kaum Muslimin dari seluruh penjuru
dunia, termasuk 220.000 jemaah Hajji dari Indonesia, menunaikan haji pada tahun ini. Khusus bagi bangsa indoesia
dimana dari tahun ke tahun selalu mengalami penambahan quota, ini merupakan
indicator munculnya kesadaran beragama. Tentu ini merupakan sebuah kebaikan
yang perlu mendapat apresiasi.
Akan tetapi Jama’ah rahimakumulallah,
di sisi lain di bumi Indonesia ini berbagai kejadian yang membuat kita yang
menyaksikan tayangan tersebut baik yang bisa kita lihat di TV atau pun media
yang lain harus mengusap dada, miris bahkan beristighfar saking sudah
tidak beradabnya kejadian tersebut. Kejadian ini pun tentu perlu mendapatkan
perhatian mengapa semua itu terjadi.
Jama’ah shalat Iedul Adha yang
dirakhmati Allah,
Kalo kita menyimak apa yang selalu disampaikan khotib selalu tidak
terlepas dari menyampaikan nasehat takwa. Dan tidak kurang dalam setiap minggu
nasehat takwa itu selalu dingatkan kepada umat yang hadir dalam shalat jumáh. Kenapa
itu dilakukan? Karena karakter takwa merupakan karakter utama umat Islam.
Dengan nilai-nlai ketakwaan yang ada dalam dirilah, Umat islam mampu bangkit
dan berkarya yang akan mendatangkan kebaikan kepada seluruh alam. Oleh karena
itulah nasehat takwa senantiasa di sampaikan dalam setiap khutbah. Idealnya
tentu ketika nasehat takwa disampaikan dan dicerna, kebaikan-kebaikan, suasana
damai akan bermunculan di bumi Indonesia ini karena bumi Indonesia dihuni
mayoritas umat islam.
Akan tetapi fakta berbicara lain Jama’ah rahimakumulallah, saling menghujad masih kita saksikan, berkonflik
masih sering terjadi, sampai muncul pada sikap tidak lagi percaya terhadap satu
sama lain. Kondisi ini tentulah jangan berlarut-larut, sebab ketika situasi ini
berlarut-larut lama kelamaan akan membentuk sebuah karakter yang buruk. Saya
yakin jamaáh sekalian tidaklah menginginkan karakter yang buruk itu muncul
dikeluarga jamaáh kalian.
Oleh karena itu, kesempatan kali ini, marilah kita jadikan ajang
intropeksi, melihat kembali pada diri sebaik apa diri kita, kita berkaca apakah
diri kita ini adalah manusia yang memiliki karakter pada umumnya atau manusia
yang memiliki karakter utama? Standar yang kita gunakan tentulah firman-firman
Allah swt dan hadits nabi Muhamad saw karena kedua sumber itulah yang menjadi
pusaka, rujukan bagi kita semua.
Mari kita renungkan ayat Allah swt yang menggambarkan karakter umum
manusia ketika sebuah keadaan menimpanya:
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ
فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا
ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16) [
الفجر 15-16]
Artinya: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya
lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata:
"Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"
Jama’ah shalat Iedul Adha yang
dirakhmati Allah,
Ayat diatas menggambarkan karakter umum manusia ketika mendapatkan
kesenangan dan musibah. Tentu ini tidaklah benar ketika kita pun berkarakter
seperti gambaran ayat di atas. Kesenangan, kelapangan, harta berlimpah,
anak-anak yang baik, suami yang penyayang, istri yang penurut, badan sehat atau
pun kesempitan, menganggur, banyak hutang, anak-anak yang nakal, suami yang
sering marah-marah, istri yang senengnya menggosip semua itu adalah cobaan dari
Allah swt terhadap kita yang ada disekitarnya. Allah menunggu reaksi yang
seperti apa yang akan kita munculkan terhadap kondisi yang datang kepada kita. Apakah
kita akan ikut larut terhadap situasi tersebut atau kita tetap mampu melihat
situasi tersebut dengan sikap mandiri dan berfikir berkemajuan?
Setiap kita selalu berhadapan dengan yang namanya masalah, jangan
pernah sedikitpun terfikir bahwa si A mah tidak punya masalah. Si B mah idupya
hidupnya enak karena dia mah pintar. Tidak!! Sekali-kali tidak, manusia semua
dirudung permasalahan yang perlu diselesaikan. Kemampuan menyelesaikan masalah
ini lah yang mampu membedakan manusia-manusia menjadi manusia yang mempunyai
karakter utama, mandiri dan berkemajuan atau manusia yang berkarakter pada
umumnya sebagaimana ayat dalam surat al Fajr diatas. Dengan masalah yang ada kita
diuji untuk mampu menunjukkan karakter umat yang utama sebagai umat yang
terpilih oleh Allah swt sebagai khalifah di muka bumi.
Jama’ah shalat Iedul Adha yang
dirakhmati Allah,
Sekitar 200rb jamaáh haji dari Indonesia yang sekarang berada di
tanah suci berusaha untuk memenuhi rukun-rukun haji dan melakukan berbagai
macam kebaikan agar ibadah hajinya diterima Allah swt dan kembali ke Indonesia
mempunyai harapan sebagai haji yang mabrur. Kalo kita merenungkan, berhaji
sebenarnya merupakan sebuah upaya menjaga konsistensi sifat ketakwaan. Sebab,
Allah swt berfirman terkait dengan pembahasan haji Allah swt Allah menyuruh
kepada orang yang berangkat haji hendaklah membawa nilai takwa. Ayat itu
berbunyi:
.......... وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ [البقرة : 197]
Artinya:
“……… dan berbekallah sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa. Maka
bertakwalah kepadaku wahai orang-orang yang berfikir”
Ibadah haji merupakan wahana
bagi umat islam untuk mengupgrade, meningkatkan kesadaran dalam beragama. Kesadaran
dalam memahami siapa sebenarnya kita, memahami untuk apa kita diciptakan, apa
yang seharusnya dilakukan dalam hidup ini sehingga kebaikan yag selalu di
idam-idamkan tidaklah terjadi di akherat nanti akan tetapi ketika kita di dunia
pun kebaikan, kelapangan, kenikmatan dan yang utama keridhoan dari Allah swt
pun bisa kita nikmati. Bukankah selama ini kita melantunkan doá rabbanaa
attinaa fiddunya hasanah wa fil aakhiroti hasanah qa kina adzaabannar? Lantas
usaha apa yang sudah kita lakukan dalam rangka menyambut kebaikan itu. Sebab sebagaimana
firman Allah taála:
الْخَبِيثَاتُ
لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ
وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ........ [النور : 26]
Artinya:
“wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula)………….. ”
Ayat di atas menggambarkan
ketetapan sunatullah Allah taála dalam memberikan balasan, mengabulkan doá
terhadap hamba-hambanya yang meminta. Tentu menjadi baik adalah sesuatu yang
harus diupayakan ada dalam diri kita. Sebagaimana perkataan imam al Ghazali
dalam mendefinisikan akhlaq. Bagi beliau akhlaq adalah sesuatu reaksi spontan
yang dilakukan oleh seseorang tanpa lagi berfikir terhadap apa yang
dilakukannya. Sesuatu menjadi bisa karena biasa, sesuatu menjadi biasa
karena dibiasakan.
Jamaáh rahimakumullah, saudara-saudara kita yang
sedang berhaji tentunya mengkondisikan diri menyerahkan diri kepada Allah taála
untuk di gembleng agar terbiasa menjadi orang yang baik. Selama kurang lebih 40
hari temasuk perjalananannya orang-orang yang berangkat haji membiasakan diri terhadap
kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan. Kalaulah mereka meniatkan betul
menyerahkan diri kepada Allah swt untuk dididik dalam manasik haji, tentulah
kebaikan atau predikat menjadi haji mabrur betul-betul telah mereka raih.
Jamaáh rahimakumullah, tentu harus ada pertanyaan
besar dalam diri kita yang belum bisa berangkat ke tanah suci, apa yang bisa
kita lakukan agar kita pun bisa menjadi orang-orang yang istimewa, orang yang
utama, mandiri dan berfikiran maju dalam menghadapi persoalan yang terjadi
dalam hidup kita. Tentulah kita ingin kita termasuk dalam orang-orang pada
umumnya sebagaimana gambaran al qurán pada ayat pertama yang kita bahas tadi.
Mari kita belajar dari sahabat
Rasulullah saw, Sufyan bin Abdullah ketika dia bertemu dengan Rasulullah saw.
Sufyan bin Abdullah meminta kepada Rasulullah saw suatu kalimat, yang dengan
kalimat tersebut dia cukup untuk berislam dengan baik dan benar dan dia tidak
memerlukan penjelasan lain selain dari kalimat yang rasulullah saw samapaikan
tersebut. Rasulullah saw bersabda: Qul amantu billah tsummas taqaamu[3]
(katakanlah: Aku beriman kepada Allah lalu beristiqamahlah (dengan perkataanmu).
Kalimat yang simple namun padat
makna. Kalaulah kita betul-betul ingin menjadi umat yang utama, mandiri dan
berfikir maju tentulah harus bertanya apa makna, kandungan yang tersimpan dalam
redaksi hadits tersebut. Sebab sahabat Sufyan bin Abdullah pun merasa cukup
terhadap statement hadits tersebut untuk dijadikan guide, patokan dalam berislam.
Maka jamaáh rahimakumullah perlu pula kita perdalam pemahaman terhadap redaksi
tersebut.
Mari kita perhatikan redaksi hadits
tersebut. Qul amantu billah tsummastaqaamuu”. Ada dua redaksi yang
menggambarkan dua aktifitas. Amantu dan istaqaamu. Amantu bermakna
aku beriman. Beriman merupakan sebuah aktifitas, upaya yang dihadirkan oleh
diri untuk mempercayai, menyerahkan dan menggantungkan harapan terhadap dzat
yang dikita klaim, kita anggap mampu memberikan semua itu. Dalam prakteknya sesuai
dengan hadits ini tentu dzat yang kita klaim, yang kita anggap mampu memberikan semua itu adalah Allah swt.
Pertanyaan yang harus kita jawab saat ini adalah sejauh apa, sekuat apa,
selepas apa kita mempercayai, menyerahkan dan menggantungkan harapan kita ini
kepada Allah swt????
Masihkah kita terbersit dalam
diri ketika kesehatan kita menurun lalu berobat ke dokter maka akan sembuh
karena kita berobat kepada dokter tersebut??? Yakinkanlah dalam diri bahwa
dokter hanyalah wasilah perantara kesembuhan yang Allah hadirkan untuk kita.
Masihkan terbersit ketika kita
gagal melakukan perjanjian bisnis disebabkan karena Allah swt tidak saying
kepada kita?? Yakinkanlah dalam diri bahwa kondisi tersebut cara Allah
menumbuhkan jiwa kreatifitas dalam diri kita. Bisa jadi justru ketika
perjanjian bisnis itu terjadi malah kehancuran, kehinaan dalam diri ini lebih
besar daripada rasa sakit ketika perjanjian bisnis itu batal. Segala hal
didunia ini mungkin terjadi.
Masihkah terbersit dalam diri
ketika kita mempunyai kendaraan yang terbaik pada masa ini, jabatan yang prestisius
dimana ribuan orang memperebutkannya dan anda sudah mendapatkannya sekarang
bahwa itu semua adalah hasil kerja keras anda semata?????? Yakinkan dalam diri
bahwa itu adalah sarana yang Allah swt berikan kepada kita untuk selalu bisa
bersyukur dan berbuat kebaikan lebih dari biasanya.
Masihkan terbersit dalam diri
kita ketika kita atau anak-anak kita mempunyai kemampuan intelektual yang
bagus. Menjadi juara umum dalam setiap event, perlombaan dan di kelas merupakan
hasil dari belajar siang malam kita selama ini??? Yakinkan dalam diri bahwa itu
semua kebaikan yang Allah berikan agar kita mampu menjawab, menjadi orang yang
bisa memberikan solusi terhadap persoalan umat yang sedang terjadi.
Jama’ah
shalat Iedul Adha yang dirakhmati Allah,
Kata kedua yang menggambarkan
aktifitas adalah istaqaamu. Yang berarti bersikap istiqamahlah kamu.
Istiqamah yang perlu kita fahami sekarang ini sebagai cara kita untuk menjadi
umat yang utama, mandiri dan berfikiran maju tidaklah hanya terbatas kepada
pemaknaan konsisten, continue, komitmen dan berkesinambungan. Akan
tetapi cobalah kita memahami kata istiqamah berikut sifat-sifat yang melekat
pada kata istiqamah tersebut berdasar pada kaidah taat bahasa arab yang ada.
Kata istiqamah selain bermakna
berkesinambungan atau terus-menerus, ternyata mengandung pemaknaan seperti
pelindung, bertanggungjawab, mengurusi, bernilai, kedudukan. Artinya, ketika
kita bersikap isiqamah maka haruslah muncul dalam sikap istiqamah ini sikap
yang bertanggungjawab, menjadi pelindung, mengurusi. Sehingga dengan bersikap
istiqamah, orang tersebut siminta atau tidak akan memiliki nilai yang berbeda berkedudukan dan menjadi kaum yang
istimewa. Itulah imbalan bagi orang-orang yang beristiqamah.
Jama’ah
shalat Iedul Adha yang dirakhmati Allah,
Pertanyaanya sekarang, sudah
sejauh apa kita beristiqamah dalam beragama ini?? Sudah senyaman apa kita
merasakan nikmatnya beribadah?? Apakah masih terasa ibadah kita hambar?? Apakah
pelaksanaan ibadah kita baru sekedar menuntaskan sebuah kewajiban. Dimana
setelah selesai melakukan ibadah tersebut kita tetap dalam tatanan social yang egosimenya
tinggi, masih tetap dalam kondisi tidak menghargai tetangga sekitar?? Terhadap
orang yang membutuhkan masih bersikap kasar??
Kalo memang itu yang masih
terasa perlulah kita menimbang kembali sikap istiqamah kita dalam beragama.
Kita semua tentu berharap menjadi Negara yang mendapatkan keberkahan dari
langit dan bumi. Menjadi sebuah baldatun toyyibatun wa robbun ghaffur[4].
Sebuah negeri yang mendapatkan kebaikan dan ampunan dari Allah swt. Akan tetapi
bagaimana mungkin itu datang jikalau kita masih belum istiqamah dalam
beragama??
Oleh karena itu jamaáh
rahimakumullah marilah kita bangkit dan memperbaiki sikap beragama kita
dengan mengawali memperbaiki sikap beriman dan istiqamah kita. Walaupun tahun
ini kita belum mendapat kesempatan berhaji, akan tetapi dengan belajar
merenungkan apa yang menjadi nilai-nilai yang terkandung dalam haji dan mencoba
mempraktekan dalam kehidupan kita sehari-hari maka insya Allah kemabruran itu
dengan sendirinya akan datang kepada kita.
Marilah diakhr khutbah ini kita
berdoá kepada Allah swt:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله حمدا يوا
في نعمه ويكافئ مزيده يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك ()
اللهم صل وسلم علي محمد وعلي آله واصحابه اجمعين وارحم برحمتك يا ارحم الراحمين ()
اللّهُمَّ اغْفِرْ للْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ و الْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ الأحياء منهم و الأموات انك سميع قريب مجيب الدعوات و قاضى
الحاجات.
Allahumma ya Allah, ampunilah kami,
ampunilah kedua orang tua kami, yang masih hidup maupun yang telah mendahului
kami, juga para pemimpin kami,
Allahumma ya Allah,Hari Raya Haji
dan Hari kurban ini terlalu mahal untuk kami biarkan berlalu sekedar sebagai
ritual keagamaan kami, cerahkanlah kami ya Allah, bukakanlah dan sadarkanlah
mata hati kami untuk menyadari fungsi kami kembali sebagai khalifahMU di bumi,
untuk kembali menanamkan roh tauhidMu sebagai dasar dari jati diri Muslim kami,
dan sebagai pembawa risalah peradaban Islam di muka bumi.
Allahumma ya Allah, lindungilah,
rahmatilah kami kaum Muslimin dan Muslimat serta Saudara-Saudara kami yang
sedang memenuhi panggilanMU di tanah suci, agar mereka dapat melaksanakan
ibadah Haji sesuai dengan petunjuk dan tuntunanMu dan kembali ketengah keluarga
dan bangsanya sebagai haji mabrur.
رَبَّنَا
وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
()رَبَّنَا
أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِينَ ()رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا
وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
() رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ () رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ
سبحانك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العاملين.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar